Bincang Alumni: Mengabdi Demi Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik
Penulis: Nu’man Azami, Della Sandyana
Untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (HARDIKNAS) yang jatuh pada tanggal 2 Mei tiap tahunnya, kami berkesempatan untuk berbincang dengan salah satu alumni APUINA angkatan 26, yakni Jihan Tika Aryanti mengenai kesempatannya untuk mengabdi kepada dunia pendidikan di Indonesia.

Wanita yang akrab dipanggil Jihan ini mengaku bahwa sejak dini ia sudah merasa mempunyai tanggung jawab untuk membalas budi kepada bangsa. Meskipun sudah memiliki pekerjaan yang terbilang mapan, bersama dengan Gerakan Indonesia Mengajar - yang juga merupakan salah satu proyek sosial pertama di Indonesia - Jihan termotivasi untuk terjun ke dalam kehidupan masyarakat di Desa Baru, Kab. Hulu Sungai Selatan, Kalimatan Selatan.
Setelah lulus dari APU, mulanya Jihan berkeinginan untuk bekerja di perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Kemudian, setelah mengambil Japanese Language Proficiency Test (JLPT) N2 dan melaksanakan job hunting di Jepang dan Indonesia, Jihan akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bekerja di Sumitomo Matsui Banking Coorporation (SMBC) di Indonesia. Menginjak masa 6 bulan bekerja di SMBC, Jihan mendaftarkan dirinya untuk berpartisipasi dalam Gerakan Indonesia Mengajar. Jihan menyatakan bahwa, “Indonesia Mengajar mempunyai measurement yang jelas dan banyak bukti nyata sehingga waktu yang sudah diinvestasikan tidak akan sia-sia.” inilah salah satu hal yang membuat Jihan memilih untuk memberanikan diri untuk mengikuti gerakan ini.
“Proses integrasinya 5 bulan dan sudah termasuk menyiapkan berkas, wawancara, tes kesehatan, serta direct assessment.” Jihan menjelaskan bahwa tak hanya persiapan fisik, persiapan mental pun perlu pula dipersiapkan. Adapun sebelum pemilihan tempat, kondisi fisik, kepribadian, dan kesehatan digunakan sebagai tolak ukur yang akan menentukan lokasi pengabdiannya.
Bersama dengan beberapa pengajar muda lainnya, Jihan sudah mengabdi selamat kurang lebih satu tahun yang akan diakhiri pada bulan Mei 2018. “Di Desa Baru, nggak ada air PAM, jadi harus menimba air di sungai dan listriknya juga terbatas. Meninggalkan keluarga, sahabat, dan rumah yang nyaman ke pelosok Kabupaten Hulu memang bukan hal yang mudah. Awalnya memang susah, adapun rasa ingin pulang, tapi mengingat tujuan awal kesini, saya merasa tidak boleh gampang menyerah.” Kabupaten Hulu sendiri sebenarnya merupakan penempatan transisi, yang berarti bahwa tempat ini mengalami transisi dari desa ke kota. Teknologi memang mulai masuk ke dalam desa-desa, hanya saja tidak dilengkapi dengan sumber daya manusia yang memadai. Menurut Jihan, mempersiapkan warga Desa Baru dengan hal ini merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi. Disamping itu, Jihan berharap kehidupan desa yang tidak senyaman kehidupan kota dapat menjadi alat untuk dapat memperkaya diri sehingga memotivasinya untuk mengabdi kepada anak-anak guna memajukan masa depan bangsa. Namun, Jihan mengaku bahwa ia mendapatkan inspirasi dari sumber yang tidak pernah ia kira sebelumnya.
“Justru bukan aku yang memotivasi mereka, tapi aku yang malah kagum melihat anak-anak dan guru-guru yang telah mengajar 20 tahun disini, dan para kepala desa yang sudah berbakti lama.”
Tak lupa Jihan juga memberikan sedikit saran kepada warga APUINA yang masih menjalankan masa studinya, “Indonesia telah dibangun dengan sejarah yang kaya raya, masa mau hidup enak doang di negara (Indonesia) ini? Kalau mau hidup lebih bermakna, jangan lah lihat keatas terus, lihat lah yang dibawah.”